12-12-07
Jakarta, Kompas - Kemungkinan inflasi tinggi karena harga minyak tahun 2008 akan menjadi salah satu
faktor risiko bagi investor di bursa saham. Tekanan inflasi akan memaksa bank sentral meningkatkan lagi
suku bunganya sehingga selisih antara suku bunga dan tingkat inflasi mengecil serta terjadi pelarian
dana.
"Tekanan resesi terjadi pada perekonomian di Amerika Serikat dan Turki sehingga mereka memangkas
tingkat suku bunganya," ujar ekonom Faisal Basri di Jakarta pada Selasa (11/12) di depan anggota
Asosiasi Dana Pensiun.
Menurut Faisal, Indonesia, yang menurunkan tingkat suku bunganya tidak ada tekanan resesi, sebaliknya
akan terjadi tekanan inflasi. Eropa juga mengalami tekanan inflasi sehingga perlu meningkatkan suku
bunganya. Kalau inflasi kita Desember mendatang tinggi lagi, kemungkinan tingkat suku bunga akan
naik. Hal ini yang perlu diperhatikan karena hubungan antara pasar saham dan tingkat suku bunga
seperti mangkuk dengan tutupnya.
Tingkat inflasi November 2007 dibandingkan November 2006 (year on year) sebesar 6,71 persen,
menurut Faisal Basri, lebih tinggi dibandingkan tingkat inflasi di negara berkembang yang sebesar 3-3,5
persen. Inflasi Indonesia lebih baik jika dibandingkan dengan Sri Lanka dan Pakistan.
Hubungan antara tingkat suku bunga dan indeks saham adalah ketika tingkat suku bunga naik, indeks
malahan akan turun dan sebaliknya. Faisal Basri menambahkan, tingkat inflasi yang lebih tinggi
dibandingkan tingkat suku bunga deposito juga akan membawa dampak larinya modal ke tempat lain
yang memberikan imbal hasil yang lebih baik.
Ia mengatakan, dengan tingkat suku bunga 4,5 persen dan inflasi 2,8 persen di AS masih ada selisih
sebesar 1,7 persen. Adapun di Indonesia dengan tingkat bunga delapan persen dan inflasi 6,7 persen
hanya ada selisih 1,3 persen saja. Semakin sedikit selisihnya, semakin mungkin akan terjadi pelarian
dana.
Bank Sentral AS The Federal Reserve diharapkan kembali memangkas tingkat suku bunganya sebesar
25 basis poin menjadi 4,25 pada pertemuan Selasa waktu setempat. Sebagian analis memercayai bahwa
The Fed akan memangkas hingga 50 basis poin untuk membantu perekonomian yang terpuruk karena
masalah di sektor kredit perumahan berisiko tinggi (subprime mortgage).
Penurunan suku bunga diharapkan membantu konsumen perumahan dan menjaga daya beli masyarakat
AS sehingga menyelamatkan momentum perekonomian mereka.
Harapan tersebut membuat harga saham di Asia, termasuk Bursa Efek Indonesia, naik. AS merupakan
salah satu tujuan ekspor negara Asia. Indeks harga saham gabungan bahkan naik 20,70 poin menjadi
2.810,96. Posisi ini merupakan posisi penutupan tertinggi baru sepanjang sejarah bursa. Nilai transaksi
sebesar Rp 4,76 triliun.
Pada pertengahan perdagangan beberapa hari terakhir, indeks sebenarnya sudah mencapai angka
2.800, tetapi selalu melemah pada penutupan sehingga angka penutupan di atas 2.800 baru berhasil
dicapai hari Selasa kemarin. Indeks Kompas100 menjadi 722,838 naik dari 717,50. Sejak diterbitkan,
indeks Kompas100 yang memuat 100 saham berkinerja bagus di BEI sudah naik sebesar 28 persen
sejak Agustus lalu.
Tingkatkan saham
Ketua Umum Asosiasi Dana Pensiun Indonesia Eddy Praptono mengatakan, seiring dengan membaiknya
kinerja pasar saham alokasi dana pensiun pada saham diharapkan akan dapat ditingkatkan dari 10
persen pada tahun ini menjadi 20 persen tahun depan dari aset dana pensiun yang sekitar Rp 70 triliun.
"Selain imbal hasilnya jauh lebih baik dari deposito, berinvestasi di saham sesuai dengan jangka waktu
dana pensiun yang memerlukan investasi jangka panjang. Baik melalui reksa dana saham atau langsung.
Kalau deposito hanya digunakan untuk likuiditas, seperti membayar pensiun atau membeli surat berharga
dan saham," ujarnya. (joe)
0 komentar:
Posting Komentar